Ambil Ilmu Bisnis dari Ruginya Giant, BNI, Garuda dan Sriwijaya Air

LENSAISH.COM, JAKARTA– Tutupnya supermarket Giant adalah bukti fenomena yang disebut keruntuhan dari asset-heavy company. Asset heavy berarti perusahaan pengumpul aset fisik dan memiliki over head cost tinggi.

Seminggu ini ada 3 peristiwa korporasi yang bisa ditarik benang merahnya. Tiga peristiwa itu mulai dari Bank BNI yang menutup 96 kantor cabangnya di tahun ini. Lalu Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air yang menawarkan pensiun dini kepada karyawannya.

Garuda bahkan akan memangkas armadanya menjadi hanya separuhya. Dan yang terakhir, Hero Group akan menutup seluruh Giant supermarket akhir Juli 2021.

Baca juga:

“Sebelum pandemi mereka sudah meradang 1,5 tahun ini. Selama 3 tahun terakhir ini kita menghadapi triple disruption sekaligus yaitu digital disruption, millennial disruption, dan yang paling berbahaya pandemic disruption. Ini membuat cashflow mereka tidak kuat untuk bangkit di masa pemulihan ekonomi ini sehingga terpaksa ditutup,” ujar pengamat bisnis Yuswohady, di Jakarta, Rabu (26/5/2021).

Baca Juga  Profil Nando, Masa Depan Kiper Andalan Skuad Garuda

Dia menjelaskan dengan aset fisik, maskapai penerbangan Sriwijaya dan Garuda sangat terbebani karena biaya sewa pesawat. Kalaupun membeli pesawat juga akan dibebani kredit yang harus terus dibayar.

“Tapi masalahnya biayanya tidak bisa ditutup di dengan penjualan tiket karena masa pandemi,” sebutnya.

Baca juga:

Hal yang sama juga dialami bisnis ritel modern seperti Giant. Mereka harus bayar sewa gedung ataupun bila punya sendiri membutuhkan pinjaman bank yang juga berat. Sementara sisi demand masyarakat tidak ada karena aktivitas masyarakat terbatas.

“Jadi ini akan menimpa bisnis yang masuk kategori asset-heavy company yang mengandalkan gedung, pabrik, dan SDM banyak. Model bisnis tradisional dengan over head cost berat. Biaya gedung sekarang makin berat. Bahkan termasuk gedung sekolah,” terangnya.

Baca Juga  Niat Puasa Tasu'a dan Asyura, Simak! Ini Keutamaan Bulan Muharram

Baca juga:

Menurutnya toko fisik kini harusnya menjual pengalaman belanja atau experience. Seperti beli Louis Vuitton di gerai resminya akan bergengsi disebar di sosmed. Sementara belanja ke Giant semakin tergantikan dengan toko online dan minimarket. Produknya juga relatif sama, harga mirip, dan minim risiko yang bisa terjadi.

“Jadi sekarang lebih praktis beli sabun shampo ke toko tetangga atau minimarket. Potensi risikonya kecil. Ini yang menekan cashflow dari bisnis Giant,” terangnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *