Asal-Usul Syair Tombo Ati, Syair Sunan Bonang Sebagai Penenang Jiwa

LENSAISH.COM – Selama ini akrab ditelinga orang Indonesia khususnya yang beretnis jawa sebuah tembang yang diberi judul tombo ati. Syair ini diciptakan oleh seorang wali yang mendakwahkan agama islam dibumi nusantara, yaitu sunan bonang.

Sunan bonang sendiri terkenal sebagai ulama yang sangat alim dalam berbagai bidang keilmuan agama, hususnya tasawuf. Dalam metode dakwah beliau juga mempunyai keunikan tersendiri, seperti mengubah gamelan yang pada mulanya kental dengan budaya hindu menjadi sarana dakwah melalui syair-syair keislaman.

Salah satu syair yang masih populer hingga sekarang adalah yang berjudul tombo ati yang jika diterjemah ke bahasa Indonesia berarti obat hati. Bahkan tembang ini pernah di cover oleh beberapa penyanyi religi terkenal Indonesia.

Baca Juga  Khasiat Shalawat: Ternyata Mimpi Bertemu Nabi Muhammad Lebih Mudah dari Bertemu Wali

Baca Juga:

Syair tombo ati memiliki makna bagaimana cara seseorang mendapat ketentraman hati ketika hidup di dunia. Berikut penggalan lirik dari tembang tombo ati :

Tombo ati iku limo perkarane
Kaping pisan, moco qur’an sak maknane
Kaping pindo, sholat wengi lakonono
Kaping telu, wong kang sholih kumpulono
Kaping papat, kudu weteng engkang luwe
Kaping limo, dzikir wengi ingkang suwe

Kelima cara meraih ketentraman hati yang terkandung dalam tembang tombo ati ternyata mempunyai asal-usul yang jelas dari para sufi terdahulu, diterangkan dalam kitab risalah qusyairiyah, ibrahim al khowash pernah berkata :
دواء القلب خمسة أشياء: قراءة الْقُرْآن بالتدبير وخلاء البطن وقيام الليل والتضرع عِنْدَ السحر ومجالسة الصالحين.

Baca Juga  Awal Mula Halal Bi Halal, Bung Karno Sempat Tidak Setuju

Baca Juga:

Artinya: “obat hati ada lima perkara : membaca al qur’an serta mentadabburinya (memahami isi bacaannya), mengosongkan perut, sholat malam, merendahkan diri ketika waktu sahur, dan menemani orang-orang sholih”

Jika diperhatikan antara tembang tombo ati dan dawuh ibrahim al-khowash mempunyai kesamaan dari segi maknannya, cuma susunanya dirubah sedemikian rupa sehingga lebih enak untuk didendangkan.

Begitulah kebijakan dan kreatifitas ulama terdahulu dalam berdakwah, beliau tidak hanya mengutip teks nya saja, tapi juga memodifikasi teks tersebut menjadi sebuah tembang agar memudahkan audien mencerna kandungannya. Wallahu a’lam

  • Penulis: Muhammad Heri MauludinKontributor www.lensaish.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *