LENSAISH.COM – “Pada tahun 2007, Ayah saya meminta orang-orang untuk bergabung dengannya menanam bakau, tetapi hanya beberapa yang berminat. Sekarang, Kita merasakan dampak dari abrasi pantai dalam kehidupan sehari-hari. Pasir mulai mengikis, dan banyak pulau di sekitar Yensawai mulai menghilang”. Kata Konstantinus Saleo, sebuah dukungan untuk pemeliharaan alam di Yensawai Barat, Kepulauan Raja Ampat, yang terletak di bagian timur Indonesia.
Bagi orang-orang yang tinggal di daerah pesisir, seperti Konstantinus, bakau bukan sekadar tanaman biasa. Bakau, yang tumbuh di garis pantai dan muara sungai, berfungsi sebagai penghalang abrasi air laut dan mengurangi risiko banjir. Mereka adalah penjaga rumah lokal dan mata pencaharian.
Ekosistem ini melindungi garis pantai dari bencana yang berkaitan dengan iklim dan bencana lainnya seperti badai dan tsunami serta mengurangi risiko banjir dan erosi.
Baca juga:
Hutan bakau di Indonesia juga membantu mengurangi dampak perubahan iklim karena mampu menyimpan 3,1 miliar ton karbon yang setara dengan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sekitar 2,5 miliar kendaraan per-tahun.
Indonesia memiliki 3,5 juta hektar hutan bakau, sekitar 23% dari total dunia, dan yang paling beragam dengan 92 spesies bakau sejati. Sayangnya, Indonesia mengalami kehilangan bakau secara signifikan setiap tahun. Sebagian besar yang hilang didorong oleh hutan bakau yang diubah menjadi kolam akuakultur, sebagian besar untuk udang, di Kalimantan dan Sulawesi. Kerugian yang tersisa adalah karena konversi ke perkebunan minyak kelapa sawit dan pengembangan pesisir untuk ekspansi kota.
Aksi Pemerintah Indonesia menanggapi ancaman yang dihadapi ekosistem hutan bakau
Pemerintah Indonesia telah bekerja untuk meningkatkan perlindungan hutan bakau, misalnya dengan memperkenalkan rencana spasial, sebuah sistem untuk menyelesaikan konflik penggunaan lahan dan menyeimbangkan pertimbangan lingkungan hidup dan ekonomi dengan penentuan kawasan untuk penggunaan spesifik.
Baca juga:
Dengan demikian, pemerintah telah membuat kemajuan besar dalam memperluas wilayah perlindungan laut hingga lebih dari 23 juta hektar. Menurut laporan World Bank’s Oceans for Prosperity, perluasan hutan primer yang mengubah moratorium menjadi hutan bakau akan menjadi langkah yang berharga sebagai bagian dari upaya konservasi hutan bakau.
Selain upaya konservasi, Pemerintah telah menetapkan target ambisius untuk merehabilitasi 600.000 hektar hutan bakau pada tahun 2024. Pemerintah juga telah menyertakan restorasi hutan bakau secara intensif sebagai bagian dari Program pemulihan nasional. Kementrian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dimandatkan untuk mengkoordinasikan Kementerian dan lembaga yang terkait, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Badan Restorasi Gambut dan Magrove untuk mendukung rehabilitasi hutan bakau di berbagai provinsi di Indonesia.
Baca juga:
“Hutan bakau menghasilkan manfaat yang tak habis-habisnya bagi masyarakat. Mereka melindungi masyarakat dari dampak perubahan iklim dan menghasilkan pendapatan melalui ekowisata dan produk-produknya, seperti kepiting bakau, sirup dan kerupuk. Karbon yang disimpan di hutan bakau juga dapat diperdagangkan, dan kami memastikan manfaat ini menjangkau masyarakat pesisir untuk menghasilkan imbalan bagi manajemen bakau yang berkelanjutan”. Kata Nani Hendiarti, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Kita semua perlu berkumpul — Pemerintah, Organisasi Masyarakat Sipil, sektor swasta dan komunitas — untuk melindungi hutan bakau demi kesejahteraan Indonesia.”
Citizen Scientists: memanfaatkan kekuatan masyarakat untuk mengumpulkan data nasional tentang hutan bakau
Dalam melindungi hutan bakau, Indonesia memerlukan data yang akurat, terintegrasi, dan aktual yang dapat digunakan untuk memantau kemajuan, memprioritaskan tindakan, dan mengkomunikasikan nilai ekosistem pantai di Indonesia. Pengembangan indeks kesehatan bakau oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merupakan tonggak sejarah yang penting.
Baca juga:
Pada Oktober 2020, LIPI meluncurkan MonMang, aplikasi mobile yang memungkinkan masyarakat mengumpulkan, memproses, dan menganalisis data hutan bakau. Upaya menggalakkan masyarakat untuk memantau hutan bakau di daerah mereka masing-masing sangatlah penting, mengingat luasnya daerah hutan bakau di Indonesia.
Komunitas di daerah pesisir dapat mengirimkan data hutan bakau langsung ke aplikasi tersebut, sehingga menjembatani kesenjangan antara penduduk dan upaya riset di laboratorium. Data ini kemudian dianalisis lebih lanjut untuk membantu menginformasikan data indeks kesehatan hutan bakau.
“Komunitas yang menggunakan MonMang ini, bukan hanya para Peneliti, melainkan juga mereka yang peduli akan konservasi bakau. Mereka menggunakan MonMang untuk dengan mudah menganalisis kesehatan hutan bakau di daerah mereka masing-masing”. Kata I Wayan Eka Dharmawan, Peneliti di Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI.
Dukungan dan komitmen Bank Dunia
Bank Dunia telah mendukung Indonesia dalam pengelolaan bakau melalui Oceans Multi-Donor Trust Fund dan Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP), sebuah investasi 20 tahun untuk pengelolaan dan penelitian terumbu terumbu. Hasil dari upaya ini telah menyediakan dasar bagi manajemen bakau yang sukses, seperti menetapkan indeks kesehatan bakau di bawah program COREMAP. Indeks ini dapat mengukur kualitas ekosistem bakau dalam waktu dan lokasi tertentu.
Baca juga:
Bank Dunia juga telah memproduksi analisis terhadap hutan bakau seperti penilaian ekonomi dari layanan ekosistem yang disediakan oleh hutan bakau, bantuan teknis untuk menerapkan perencanaan spasial, implementasi daerah perlindungan laut, dan pilihan untuk meningkatkan penghidupan masyarakat pantai. Pemerintah dan Bank Dunia juga menjelajahi untuk melakukan lebih banyak hal bersama untuk meningkatkan pengelolaan dan restorasi bakau.
Pada akhirnya, upaya yang terpadu dibutuhkan untuk mencapai konservasi dan restorasi bakau. Ini akan mendukung masyarakat seperti Konstantinus, berkontribusi pada pemulihan hijau dan tangguh di daerah pesisir, dan membantu Indonesia lebih baik mengurangi dampak perubahan iklim.
Sumber: World Economic Forum