oleh

Buat Kamu yang Masih Insecure Bacaan Latin, Coba Baca Ini

LENSAISH.COM – Dalam kancah nasional, santri sudah mendapat sorotan dengan bukti disahkannya Hari Santri nasional oleh presiden Joko Widodo.

Kitab kuning yang di dalamnya berisi tulisan-tulisan berbahasa Arab adalah makanan pokok santri. Semua pesantren pasti mengajarkan kitab kuning.

Kitab berasal dari bahasa Arab yang jika diterjemahkan ke Bahasa Indonesia berarti tulisan. Baik itu surat, buku dan lain sebagainya.

Imam Ghozali mempunyai sebuah surat yang berisi tuntunan hidup untuk muridnya. Surat ini pada nantinya akan dikenal dengan kitab Ayyuhal Walad.

Meskipun buku berbahasa Indonesia, misalnya, ataupun buku-buku berbahasa lain yang masih menggunakan huruf latin, pada hakikatnya adalah kitab. Kita menemukan sebuah fakta yang cukup aneh, yaitu ada banyak santri yang bersikap anti pati terhadap tulisan berbahasa non-Arab yang penulisannya menggunakan huruf latin.

Baca Juga  Peringatan Hari Santri 2021, PBNU Pecahkan Rekor MURI Siaran Media Terbanyak

Baca juga:

Entah apa alasannya sampai-sampai hal ini bisa terjadi.

Mungkin orang-orang ini beralasan tulisan arab lebih Incridible atau lebih meyakinkan hati.

Namun apa bedanya dengan tulisan berbahasa latin?

Padahal terdapat keterangan bahwa orang harus menghormati ilmu bagaimanapun bentuknya. Apapun bahasanya, apapun hurufnya.

Sebuah pepatah menyatakan:

خذ الحكمة ولو من دبر الدجاج

“Ambillah hikmah meskipun dari anus ayam,”.

Hikmah dalam tempat kotorpun kita harus mengambilnya, apalagi hikmah yang ada dalam tulisan-tulisan para ilmuan yang memiliki kapasitas keilmuan cukup tinggi.

Baca Juga  Wapres Ma'ruf Amin Minta Dispensasi Mudik Bagi Santri, Ini Komentar Bidang Transportasi

Baca juga:

Sebagai santri seharusnya faham betul bahwa semua ilmu yang ada bersumber dari Allah SWT. baik itu ilmu yang ada di buku maupun kitab, formal maupun agama.

Alangkah baiknya jika santri tidak hanya menguasai kitab kuning, namun juga mencoba untuk mempelajari berbagai fan ilmu selain agama, meskipun sedikit, agar mampu bersaing dengan para akademisi dan tidak tergerus lajunya Globalisasi, Wallahua’lam.

  • Penulis: Heri MauludinSantri Pesantren Kulon Banon, Pati

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *