LENSAISH.COM – Jika ditelusuri secara detail, sejarah pendudukan tanah Palestina oleh Israel sangatlah panjang. Namun, setidaknya, terdapat dua peristiwa penting yang menjadi fondasi pendudukan tanah Palestina oleh Israel.
Dua peristiwa penting yang menjadi fondasi pendudukan tanah Palestina itu berkisar pada tahun 1900-an.
Pertama, Perjanjian Sykes-Picot pada 1916 antara Inggris dan Prancis.
Inggris dan Prancis membagi peninggalan Dinasti Ottoman di wilayah Arab. Pada perjanjian tersebut ditegaskan bahwa Prancis mendapat wilayah jajahan Suriah dan Lebanon, sedangkan Inggris memperoleh wilayah jajahan Irak dan Yordania.
Sementara itu, Palestina statusnya sebagai wilayah internasional.
Baca juga:
Kedua, Deklarasi Balfour pada 1917.
Perjanjian ini menjanjikan sebuah negara Yahudi di tanah Palestina pada gerakan zionisme.
Dibawah payung legitimasi Perjanjian Sykes-Picot dan Deklarasi Balfour tersebut, warga Yahudi di Eropa mulai bermigrasi ke Palestina pada 1918.
Pada awal 1930-an, gerakan Zionis di Palestina berhasil mendapat persetujuan pemerintah protektorat Inggris untuk memasukkan imigran Yahudi ke Palestina secara besar-besaran.
Reaksi rakyat Palestina saat itu tegas. Mereka akhirnya melakukan mogok total pada 1936.
Namun, negara-negara Arab, atas permintaan Inggris, membujuk pemimpin spiritual Palestina, Muhammad Amien Huseini, agar menginstruksikan kepada rakyat Palestina mengakhiri aksi mogoknya.
Baca juga:
Sewaktu itu, pemerintah protektorat Inggris menjanjikan bakal menyelesaikan masalah Palestina bila Amien bersedia menggunakan pengaruhnya terhadap rakyat Palestina.
Dengan jaminan Inggris dan atas nama solidaritas negara Arab, Amien Huseini pun memenuhi permintaan dan aksi mogok pun berakhir.
Kemudian, Pemerintah Inggris bersama delegasi Palestina mengadakan kongres pada 1946-1947. Namun, sayangnya, kongres tersebut tidak menghasilkan keputusan apa-apa tentang Palestina.
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) kemudian membentuk komite khusus untuk mencari penyelesaian masalah Palestina.
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan studi lapangan, komite tersebut mengajukan dua usulan. Pertama, membagi tanah Palestina untuk Yahudi dan Arab, tetapi dengan adanya kesatuan sistem ekonomi.
Kedua, membentuk negara federal antara Yahudi dan Arab.
PBB yang tentunya atas desakan Amerika Serikat menolak dua usulan dari komite itu.
Baca juga:
Mereka kemudian membahas masalah Palestina di forum Sidang Majelis Umum PBB pada 29 November 1947.
Sidang Majelis Umum PBB bernomor 181 tersebut menghasilkan pembagian dua tanah Palestina untuk Yahudi dan Arab, dalam porsi 56 persen untuk Yahudi dan 44 persen untuk Arab.
Dengan 33 negara tercatat mendukung, 13 menolak, dan 10 abstain.
Aturan itu juga memberi jangka waktu kekuasaan pemerintah protektorat Inggris di tanah Palestina hingga Agustus 1948.
Hasil ini membuat gerakan zionisme di Palestina mengeklaim resolusi tersebut. Selanjutnya, mereka berupaya membentuk pemerintahan sementara Yahudi.
Pada tahun berikutnya, David Ben Gourion mengumumkan secara resmi berdirinya negara Israel dengan berpijak pada legitimasi resolusi PBB nomor 181.
Beberapa saat dari pengumuman itu, Pemerintah Amerika Serikat menyatakan pengakuannya terhadap negara Israel yang kemudian disusul dengan pengakuan dari Uni Soviet.
Negara baru bernama Israel itu pun berhasil masuk menjadi anggota penuh PBB.
- Penulis: M. Fikri Ainul Hana – Redaktur Pelaksana www.lensaish.com