LENSAISH.COM – Masyarakat awam pada saat ini berpendapat bahwa seorang santriwati hanya akan menjadi ibu rumah tangga dan pemuka agama. “Mengaji siang dan malam” itulah pandangan mereka tentang seorang santriwati. Namun, dibalik pemikiran tersebut, santriwati juga bisa menjadi seorang dengan berbagai profesi, yaitu wirausaha.
Wirausaha adalah seseorang yang menciptakan bisnis baru dengan menanggung sebagian besar risiko dan menikmati sebagian besar imbalan. Santriwati tidak hanya mengembangkan wirausahanya, tetapi juga menggunakan nilai waris dari Sunan Kudus (Syekh Ja’far Shadiq), yaitu Gusjigang.
Gusjigang merupakan falsafah budaya lokal ajaran Sunan Kudus yang mengajarkan bahwa untuk sukses di dunia dan akhirat kita tidak hanya harus rajin dan ulet dalam berusaha.
Istilah Gus Ji Gang diajarkan oleh Sunan Kudus agar masyarakat Islam di kudus memiliki budi pekerti yang bagus, pandai mengaji atau rajin beribadah serta pandai berdagang seperti yang . رسـول الله صـلى الله علیھ وسـلم oleh dilakukan pernah Gusjigang juga merupakan gabungan dari beberapa makna yaitu Gus yang berarti bagus, Ji yang berarti pinter ngaji, dan Gang pinter dagang.
Gusjigang memiliki makna penting yaitu:
– Gus: Bagus yang menyimpan makna untuk seyogianya menjadi santri yang memiliki nilai karakter yang baik; bagus akhlak, bagus karakter, dan bagus sikapnya dalam hidup keseharian, baik dalam lingkup pesantren maupun masyarakat.
– Ji: Pinter ngaji yang menyimpan maksud sebaiknya dalam menjadi santri tidak hanya pintar mengaji agama saja, tetapi mengaji dalam segala ilmu pengetahuan yang merupakan manifestasi dari ayat-ayat kauniyah seperti ilmu sains, teknologi, bahasa, dan ilmu-ilmu lainnya.
Sebaiknya tidak perlu ada dikotomi ilmu, karena sejatinya semua ilmu bersumber dari Allah. Maka menjadi santri mandiri masa kini seyogianya pandai mengaji agama dan mengaji ilmu pengetahuan.
– Gang: Dagang adalah kerja keras, kreatif dan mandiri. Hal ini tercermin dari karakter yang dimiliki santri untuk selalu mengembangkan usaha. Nilai demokratis, kejujuran, dan konsisten menjadi daya tarik masyarakat sekitar untuk belajar.
Dagang dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata santri dengan menciptakan peluang usaha. Semisal jika santri ahli dalam menggambar atau kaligrafi, maka bisa membuka pemesanan atau menjual lukisannya di pasar. Selain pintar mengaji, juga mempunyai pendapatan sendiri dan menjadi mandiri. Dengan begitu, santri akan berlatih berwirausaha untuk mempersiapkan personal yang dapat membantu perekonomian negara dan dapat membantu perekonomian keluarga.
Seperti halnya Ning Yusrina Zahrani, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Buhtanul Hasan, Purbolinggo.Ning Yusrina dulunya adalah seorang santriwati yang sekarang menjadi pemilik butik Arazbutique. Ning Yusrina tidak hanya mahir dalam akhlaq dan mengaji, tetapi juga sangat mahir dalam berdagang hingga menjadi owner dari Arazbutique. Ning Yusrina menyampaikan harapannya supaya santriwati ke depan lebih berdaya.
Santri harus dapat menjalani perannya tidak hanya sebagai seorang istri dan ibu saja, tetapi juga mampu berperan menjadi wanita yang sukses, berkredibilitas, serta tetap semangat menebar nilai-nilai agama sebagai santri.
Menurut Ning Yusrina, seorang santriwati tidak hanya akan menjadi ibu rumah tangga saja, tetapi bisa juga menjadi seorang Wirausaha. Selain Ning Yusrina Zahrani, ada juga Ning Khilma Anis, salah satu penulis novel terkenal yang karyanya tidak lepas dari kehidupan “pesantren”.
Ning Khilma pernah berkata ketika mengisi talk show di Pondok Pesantren Raudlatul Muta’alimin, Kudus, bahwa “santri jangan boyong dari pesantren sebelum memiliki keunggulan ilmu dan memilki sebuah karya.
Zaman sekarang sudah banyak santriwati yang berwirausaha dengan cara kreatifitas mereka masing-masing. Dari kreativitas tersebut, dapat dibuktikan pada masyarakat bahwa seorang santri putra dan santri putri tidak hanya akan menjadi pemuka agama saja, tetapi memiliki kemampuan yang lebih daripada orang awam.
Berwirausaha bisa dengan mencari minat bakat yang dimiliki. Cara mencari minat yaitu dengan mengikuti lomba-lomba ataupun kesenangan yang kita miliki. Dengan hal itu, bisa diketahui apa minat bakat yang dimiliki.
Pendapat bahwa santri putri hanya pintar mengaji yang nantinya hanya akan menjadi ibu rumah tangga atau pemuka agama, itu sudah kuno dikarenakan berkembangnya zaman. Sudah banyak perubahan dan persaingan. Dengan hal itu, setiap orang perlu mengasah keterampilan yang ada pada dirinya. Seperti menulis, berdagang, dan lainnya.
Misalnya pada keterampilan dalam lingkup literasi dapat dikembangkan dengan terus berlatih menulis dan membaca. Dari hasil karya tulis tersebut bisa membuahkan hasil dengan mengirimkannya di media. Hasil tersebut merupakan bagian dari wirausaha kemampuan dalam memanfaatkan teknologi, dan merupakan salah satu kunci dalam berwirausaha. Santriwati dapat berhasil jika mempunyai strategi yang cerdas dalam mewujudkan berbagai bentuk kreativitas.