Kenali Cara Taklid; Ikut Pendapat Mujtahid dengan Benar

LENSAISH.COM – Manusia punya watak khusus yang unik; plagiat. Dalam bahasa Filsafat Hukum Islam disebut Taklid/Ittiba’.

Taklid ialah mengikuti pendapat seorang Mujtahid dalam suatu permasalahan, tanpa mengetahui dalilnya. Sedangkan, Ittiba’ beserta dalilnya.

Mayoritas Ulama’ berpendapat, taklid adalah wajib bagi setiap orang yang bukan mujtahid. Namun, Ulama’ Dzohiri, sebagian Ulama’ Mu’tazilah dan sebagian Ulama’ Imamiyah tidak memperbolehkan taklid dalam permasalahan furu’ (hukum fikih).

Pendapat mereka tidak sepenuhnya dapat diterima, sebab untuk memahami Al-Qur’an dan Hadits diperlukan adanya ijtihad. Sedangkan ijtihad tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang, harus mempunyai otoritas keilmuan yang tinggi. Dan Imam Ibnu Hajar Al-Haytami berkata, bahwa tidak ada mujtahid selepas Imam Syafi’i.

Baca Juga:

Dalil yang menyatakan kewajiban taklid ada dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 43 :

Baca Juga  Talfiq; Mencampur Dua Pendapat, Bikin Harmonis?

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إلا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (43)

“Dan tidak aku (Allah) utus sebelum kamu, kecuali orang-orang yang telah aku beri wahyu kepada mereka. Maka, bertanyalah kepada orang yang berpengetahuan jika kamu tidak tahu” (Q.S. An-Nahl: 43)

Ayat diatas mewajibkan kita yang tidak tahu untuk bertanya kepada orang yang berpengetahuan. Sama halnya bagi orang awam yang wajib mengikuti Mujtahid.

Kepada siapa ber-taklid?

Ibnu Sholah menukil sebuah konsensus bahwa tidak diperbolehkan taklid kepada selain Imam empat (Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali). Sebab para pengikut dari empat madzhab ini, mengkodifikasikan pendapat-pendapat Imam mereka sehingga masih terjaga orisinalitasnya sampai sekarang.

Baca Juga:

Baca Juga  6 Skill Analitis Agar Karirmu Bertumbuh

Pengikut selain empat madzhab ini, jarang yang mengarang kitab tentang madzhabnya, sehingga madzhab mereka tidak terkodifikasi dan menjadi punah.

Syarat-syarat taklid

Imam Ibnu Hajar Al-Haytami dalam Tuhfatul Muhtaj menyebutkan ada lima syarat yang harus terpenuh:

1- Mengerti hukum suatu permasalahan menurut madzhab yang hendak diikuti.

Misalnya, sebelum melakukan sholat dengan cara madzhab Syafi’i, maka harus tahu dulu ketentuan-ketentuan sholat. Seperti rukun, syarat dan hal-hal yang membatalkan sholat.

2- Pendapat yang hendak dianut Tidak menentang pendapat Hakim dalam suatu negara atau daerah.

3- Tidak boleh mengikuti pendapat yang mudah-mudah saja.

Misalnya, dalam pernikahan mengikuti madzhab Hanafi, sebab boleh nikah tanpa wali, sedangkan dalam jama’ qoshor mengikuti madzhab syafi’i, yang memperbolehkan qoshor di mana saja asalkan jarak perjalanannya dua marhalah.

Baca Juga:

Baca Juga  Menghadapi Tantangan Digitalisasi Ekonomi, HMPS Perbankan Syariah IAIN Kudus Gelar Lomba KTI

4- Tidak mencampur adukkan dua pendapat madzhab dalam satu kasus permasalahan (talfiq).

Misalnya, dalam rukun wudlu ikut madzhab Syafi’i dan dalam hal perkara yang membatalkan wudlu ikut madzhab Maliki.

5- Tidak mengamalkan sebuah pendapat madzhab dalam suatu permasalahan dan mengamalkan pendapat lain yang berlawanan dengan pendapat pertama.

Misalnya, dalam rukun wudlu mengikuti madzhab Syafi’i (tanpa menggosok anggota wudlu) dan dalam menyentuh lawan jenis yang non mahrom mengikuti Mazhab Malik.

Maka, menurut Imam Malik wudlunya tidak sah, sebab tidak melakukan salah satu rukun wudlu, yaitu menggosok. Dan batal pula menurut Imam Syafi’i, sebab menyentuh lawan jenis non mahrom.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *