oleh

Nahdliyin Kehilangan NU nya

LENSAISH.COM – Nahdliyin adalah sebutan untuk warga Nahdlatul Ulama (NU). Dalam ajaran NU terdapat prinsip dasar yang harus dimiliki oleh warganya yaitu, tawasuth, tawazun, tasamuh, dan i’tidal.

Tawasuth bermakna toleran. Warga yang tergabung dalam organisasi Nahdlatul Ulama ini harus mempunyai prinsip toleran terhadap organisasi, kelompok, aliran, agama dan lainnya. Dengan bahasa lain, warga NU harus bisa saling menghargai.

Jika terjadi beda pendapat antara NU dan ormas lainnya, atau antara NU dan aliran lain, maka NU harus dituntut untuk bisa saling menghargai.

Jika merasa tak sependapat, maka harus dengan argumentasi yang ilmiah, tidak berdasarkan cocokologi yang tidak dibenarkan.

Prinsip inilah yang sudah hilang dari kebanyakan warga Nahdlatul Ulama. Rasanya mereka sangat senang ketika membicarakan kelompok lain dan menguak kebusukan-kebusukannya.

Baca Juga  Tingkatkan Kapasitas Pemuda, Perkumpulan Griya Peradaban Buka Kuliah Alternatif Angkatan III

Hal yang lebih memprihatinkan yaitu pertentangan dilakukan hanya dengan modal cocokologi dan dengan tanpa argumentasi ilmiah.

Baca Juga:

Contohnya, ketika pendakwah kalangan NU menguak tentang kesalahan-kesalahan wahabi, asik sekali penyampaiannya, sampai-sampai mengutip ayat dalam Al-Qur’an dan hadits yang semestinya tidak perlu di tampilkan untuk mendukung argumentasi yang keliru.

Seolah-olah semua yang ada dalam wahabi, termasuk anggotanya adalah kesalahan dan kesesatan. Jika begitu, apa bedanya antara NU dan Wahabi?

Padahal faktanya orang NU banyak yang menggunakan kitab Qoshosul Anbiya’, Tafsir Ibn Katsir, I’lamul muwaqi’in dan lain-lain, yang merupakan karya dari para murid Ibnu taimiyyah. Sedangkan yang ramai dibincangkan, Ibnu Taimiyah dianggap sebagai pentolan Wahabi.

Baca Juga  Inilah Sosok Brelyantika, Mentor Griya Peradaban yang Lolos Beasiswa di Empat Negara Eropa

Saya justru curiga jika koar-koar ini ternyata bersumber dari rasa benci dan dengki. Jika benar demikian maka akan membahayakan bagi agama Islam.

Baca Juga:

Bukankan Islam agama kasih sayang?

Alangkah indahnya jika sangkalan-sangkalan yang dilontarkan kepada orang lain atau aliran lain disampaikan dengan argumentasi ilmiah.

Hal tersebut agar warga NU terhindar dari menghakimi secara sepihak, juga sebagai bentuk syiar warga NU yang toleran.

  • Penulis: Heri Maulidin
  • Editor: Afifatun Ni’mah

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *