LENSAISH.COM, SEMARANG – Spiritual Quotient (SQ) merupakan suatu kecerdasan yang berguna untuk menemukan dan memcahkan masalah yang berkaitan dengan makna serta mampu untuk menggerakkan kecerdasan lain yang dimiliki manusia.
Hal tersebut disampaikan oleh Mahmud Yunus Musthofa selaku pemateri pada Kuliah Alternatif II Griya Peradaban pada Sabtu (24/07/2021) melalui Virtual Zoom.
Pada pertemuan ketiga ini, dengan mengusung tema “Pentingnya Spiritual Quotient (SQ)”, Ia mengajak semua peserta untuk mengembangkan kecerdasan spiritual.
“Kecerdasan spiritual sangat penting untuk dikembangkan pada diri setiap individu,” Katanya
Baca Juga:
- CEO Aish Media Ajak Anak Muda Terlibat Edukasi Masyarakat Melalui Konten Kreatif
- Ulang Tahun Ke-4 Aish Media Group Gelar Tasyakuran dan Do’a Bersama
Mentor Griya Peradaban yang akrab disapa Kang Yunus, melihat banyak manusia yang lebih mementingkan Intelegence Quotient (IQ) daripada Spiritual Quotient (SQ ) sehingga jiwa kemanusiaan dan kepekaanya terhadap realita sosial kurang diperhatikan.
Akan tetapi dengan adanya pandemi Covid-19 yang menyebar luas di dunia dan terjadi kematian dimana-mana, manusia bisa sadar terhadap lingkungan yang terjadi sekarang.
Menurutnya spritualitas itu ada tingkatanya. Kita memiliki kecerdasan yang tinggi ketika seseorang tersebut menunjukkan kendali penuh atas masuk dan keluarnya keadaan kesadaran tersebut.
“Tetapi apabila kita berada dalam fase kadang-kadang bisa mengontrol, kadang-kadang tidak itu berarti kecerdasan kita berada di tataran kecerdasan sedang,” Ujarnya
Selain itu, ketika kita tidak bisa mengontrol diri kita sendiri baik itu dalam ranah kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosional berarti kecerdasan spiritual kita berada di tataran rendah.
Baca Juga:
- Membentuk Calon Pemimpin Masa Depan, Pemateri: Pemimpin Harus Visioner
- Gelar Pelatihan Desain Grafis, KEMNAKER RI Dorong Konten Kreatif Bernilai Market Tinggi
Hal serupa juga di sampaikan Kintansari Adhyana Mentor Griya Peradaban, ia menjelaskan Emotional Quotient (EQ) dalam kehidupan manusia.
Lebih lanjut, Design Thingking, yaitu suatu kondisi dimana manusia mampu mengolah pola pikir kita dari Lower Order Thingking (LOT) menjadi Higher Order Thingking (HOT).
Ia berpesan jangan perbanyak teori namun perbanyaklah pengalaman. Perbanyak bagaimana kita bisa memperluas cara pandang.
“Karena kelemahan teori dia tidak mengajarkan pengalaman orang lain,” Pungkasnya (LA/AM)
- Koresponden: Muhammad Asrofi
Komentar