LENSAISH.COM – Selama ini, pesantren yang tetap gigih mempertahankan kesalafannya tidak memiliki akses yang sama untuk bersaing di ranah nasional maupun internasional. Padahal pesantren berperan vital dalam mengembangkan segala aspek dalam pembangunan dan kemajuan bangsa, mulai dari ekonomi umat, mempertahakan kesatuan, dan mempertahankan NKRI.
Pesantren selama ini kurang melakukan pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan tuntutan zaman. Oleh karena itu, wajar apabila santri-santri saat ini belum mampu bersaing. Lebih-lebih media saat ini dikuasai oleh ustadz-ustadz karbitan yang bermodal dan pandai memoles kata-kata, tetapi nilai keilmuannya rendah. Pada zaman sekarang ini, santri yang sudah mapan keilmuannya semestinya dibekali pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan tuntutan zaman.
Banyak santri mumpuni ilmu keagamaanya, namun kurang mampu memanfaatkan keilmuannya, karena merasa terasing dengan kehidupan modern, dan tidak memiliki kecakapan hidup yang mumpuni. Padahal, era sekarang memerlukan santri yang kaya akan khazanah keilmuan, mampu menyampaikan ilmu sesuai tuntutan zaman, dan memiliki kecakapan hidup yang baik agar dapat hidup mandiri.
Pesantren Tempat Pengembangan Life Skill
Saat ini, pendidikan di Indonesia dihadapkan dengan problematika yang belum bisa mengintegrasikan skill dan kemandirian. Bahkan, pendidikan kita sekarang lebih cenderung kepada kapitalisme pendidikan. Sehingga pesantren kini memiliki tantangan dan tuntutan yang kompleks, tidak cukup dengan belajar agama saja. Pesantren harus melakukan pengembangan, seperti menggali potensi yang ada untuk dikembangkan lebih lanjut.
Sehingga pesantren dapat bersaing dalam segala persoalan maupun tantangan dan tuntutan zaman modern. Potensi life skill merupakan hal penting sebagai menangkal terhadap tantangan hidup yang semakin kompleks. Fungsi utama pendidikan pesantren adalah pendalaman ilmu agama atau tafaqquh fid-din. Namun, para santri juga perlu diberi penguatan kompetensi dan keterampilan sebagai bekal hidup di masyarakat.
Selain ahli agama, sekarang harus bisa menjawab tantangan yang lebih banyak dan lebih realistis. Sehingga kita dituntut bagaimana kita seharusnya bersikap dalam menghadapi setiap tantangan hidup yang datang menerpa, seperti apa kita menyikapi pergaulan yang semakin tanpa batas dewasa ini dengan menjaga diri dari salah pergaulan.
Pesantren ke depan diharapkan harus melahirkan generasi yang cakap dan kompeten yang siap berkompetisi di kancah global. Sebab, pesantren merupakan tulang punggung dan jantung pendidikan Islam di Indonesia, pesantren harus terus dikembangkan agar terjaga relevansi, urgensi, serta kemampuannya merespon tantangan dan harapan masyarakat. Sehingga tetap dapat berkontribusi bagi masyarakat sekitarnya.
Penguatan tidak hanya menyangkut institusionalnya semata, tapi juga agar para pengelola, pengasuh, guru, dan semua pihak yang berkecimpung di dunia pesantren mengalami proses perkembangan ke arah yang lebih baik. Sebab tantangan ke depan semakin tidak sederhana karena ekspetasi publik sangat besar.
Maka dari iu, pesantren saat ini harus tanggap perubahan agar tetap survive. Sedangkan pada pengembanganya, pesantren harus tetap memegang prinsip al muhaafadhatu’ala qadiimi al-shahih wa al-akhdu bi al-jadiid al-ashlah (Melestarikan hal lama yang baik serta mengambil hal-hal baru yang lebih baik). Pesantren harus memberikan quality assurance terhadap lulusan pesantren, sehingga siap pakai pada segala situasi dan kondisi.
Langkah Komprehensif Pesantren
Dewasa ini, banyak terjadi fenomena da’i instan yang memiliki keilmuan rendah sudah berdakwah di media massa seperti TV, Website dan sebagainya dengan memuat konten-konten berisi provokasi lebih-lebih dengan sebuah ajaran atau paham yang salah. Maka pesantren dituntut untuk bisa bertranformasi, mempunyai inovasi baru, serta memiliki strategi yang relevan untuk menghadapi segala persoalan ke depan. Pesantren harus mengambil langkah tepat dan akurat dalam situasi dan kondisi seperti ini. Seperti memunculkan kiai atau ustadz-ustadz ke dalam media massa.
Nah, media massa zaman now yang familiar dengan sebutan media sosial adalah media paling srategis dan memiliki magnet untuk menarik massa, dikarenakan penggunanya yang kian hari kian bertambah. Tak mengenal usia, baik muda ataupun tua tiap jamnya tak lepas dengan yang namanya gadged. Entah lewat jari mereka sekedar menjalin komunikasi, browsing atau sekedar mencari hiburan.
Sudah selazimnya para santri berfikir kreatif di dalam merespon media sosial tersebut, mulai merencanakan, mengolah bahan dan menyajikan dengan sajian yang menarik. Santri di era milenial dituntut tidak hanya alim dalam ilmu agama saja tetapi harus melek teknologi dan mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman bergerak bangkit dan ikut mewarnai di dunia maya dengan konten-konten yang positif dan berbobot. Sehingga diharapkan keberadaan santri sudah mulai terlihat dalam mewarnai dunia maya, baik dari aspek bersaing dalam mengikuti perkembangan zaman dan aspek life skill.
Selain itu, persoalan sekarang sistem kajian kitab kuning dalam pembelajaran di pesantren biasanya para santri mengikuti kajian kitab tersebut berada di dalam ruangan antara guru dan santri dapat bertatap muka. Namun semenjak kehadiran fitur-fitur dalam media sosial yang memudahkan penggunannya untuk meng explore, kini hadir ngaji kitab online.
Seperti Gus Mus dalam kajian kitab melalui fitur live streaming di youtube maupun facebook, sehinggapara santri tidak perlu lagi datang ke tempat kajian kitab itu berada, terutama bagi yang tempat tinggalnya jauh, sudah bisa mengikuti kajian kitab online tersebut. Hal seperti ini merupakan terobosan baru dalam menghadapi tuntutan zaman.Oleh karena itu, Pesantren harus bisa mengemas sedemikian rupa, menjadi menarik. Jika kita kalah dalam mengemas ke media maka kita akan kalah bersaing.
Kemandirian Pesantren
Saat ini eksistensi pesantren di Indonesia semakin penting di tengah masyarakat. Pesantren dikenal sebagai institusi pendidikan yang lahir dari masyarakat. Namun, pesantren tidak hanya memiliki potensi pendidikan saja tetapi juga potensi ekonomi. Selama ini pesantren menampakkan sikap kemandirian dan telah tertanam sebagai bagian dari kekuatan pesantren, namun hal ini nampaknya mulai luntur karena banyaknya pesantren yang mulai menggantungkan diri kepada pihak lain untuk pembangunan fisik pesantrennya.
Pesantren itu menjadi excelent of excelent yang baik dan yang terbaik, sebab kehidupan pesantren itu yang menjadikan para santri bisa mandiri, mereka ketika setelah nyantri bisa hidup dimanapun berada bisa beradaptasi. Komunikasi antar sesama yang biasa disebut life skill, santri bisa mengurusi dirinya sendiri, kemudian santri bisa mengembangkan skillnya kepada orang lain, jadi hubungan antar pribadi di lingkungan pesantren menjadikan pendidikan yang secara tidak langsung sudah terbina. Jika di lihat dari aspek ekonomi, maka setiap pesantren akan melahirkan pasar, dan selanjutnya akan melahirkan industri pesantren. Katakanlah, kegiatan belajar mengajar lebur dalam totalitas hidup sehari-hari.
Bagi warga pesantren, belajar di pesantren tidak mengenal waktu (fuul time/24 jam). Maka kebutuhan setiap santri dari ujung kepala hingga ujung kaki akan menciptakan pasar tersendiri. Pasar tersebut mendorong lahirnya industri pesantren. Dalam menciptakan pasarnya sendiri, maka selain menambah income pesantren dan menjadi gerakan ekonomi kreatif pesantren bersama masyarakat, juga akan membuka lapangan pekerjaan karena industri pesantren akan tumbuh dan berkembang. Pemberdayaan ekonomi pesantren seperti mendirikan koperasi pesantren, minimarket, kemudian bidang pertanian, perkebunan, dan industri merupakan cermin rangka membangun kemandirian pesantren secara ekonomi. Pesantren secara mutlak harus mandiri tidak hanya dalam ekonomi, tetapi juga secara budaya dan politik.
Pesantren bukan lagi institusi pendidikan islam tradisional yang berkutat dengan masalah-masalah keagamaan saja, namun mampu mendedikasikan diri pada pengembangan ekonomi, teknologi, dan informasi. Oleh karena itu, pesantren dalam pertumbuhannya serta perkembangnya harus melakukan pendekatan-pendekatan sesuai tuntutan zaman.
Literasi Pesantren
Pondok pesantren harus berani mengambil langkah dakwah di era serba modernitas. Teknologi yang kian terus maju, tetapi kurangnya rasa kesadaran berpikiran maju bagi sebagian pesantren. Kini pesantren diperlukan langkah progresif melalui jurnalistik dalam dakwah era milenial. Namun bukanlah hal yang mudah bagi pesantren untuk mewujudkannya. Berdasarkan fakta sampai saat ini pun masih kurang pesantren yang memperhatikan pendidikan jurnalistik. Seperti yang terjadi akhir-akhir ini perkembangan arus media yang begitu cepat dan pesat. Di sinilah peran pesantren dalam jurnalistik yang mempunyai nilai-nilai islam dituntut tampil sebagai wahana budaya tanding terhadap dominasi media barat di era informasi global.
Seperti tokoh-tokoh intelektual muslim, seperti Gus Dur dan Gus Mus sudah belajar jurnalistik dalam masa santrinya. Hingga sekarang tulisannya menjadi rujukan inspiratif kehidupan bagi semua kalangan. Media sosial juga menjadi platform strategis. Selain itu, media sosial di era sekarang adalah momentum yang tepat bagi jurnalistik pesantren untuk tampil ke permukaan dengan jangkauan yang tidak terbatas.
Santri jangan hanya membekali diri dengan ilmu agama saja, namun harus mengasah berbagai keterampilan. Salah santunya adalah keterampilan jurnalistik. Memanfaatkan perkembangn media sosial dan gadget untuk membangun hal-hal positif. Beberapa pesantren telah memiliki media, baik cetak maupun elektronik. Potensi ini hendaknya bisa di optimalkan untuk semakin mengukuhkan peran pesantren dalam mewarnai media. Maka dari itu, pesantren melalui keterampilan literasi yang diterapkan kepada santrinya dapat dioptimalkan seperti sebagai media dakwah di media sosial.
Oleh karena itu, peran pesantren perlu didukung, diwadahi, dan ditingkatkan, sebab potensinya dalam menopang karakter bangsa dan juga kemampuanya dalam menyesuaikan diri dan menghadapi tantangan dan tuntutan globalisasi. Pesantren bertransformasi menjadi kekuatan dalam berkontribusi guna memperkuat karakter bangsa dan menopang tetap kukuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di sini peran strategis pesantren menjadi sangat relevan bagi kemajuan bangsa Indonesia ke depan. Semoga!
Penulis: Harish Ashfa El Hakim (CEO Aish Media Group)