oleh

Prof Quraish Shihab: Ilmu Harus Dipadu dengan Proses Pemahaman!

LENSAISH.COM – Pakar Tafsir Al-Quran, Prof. Muhammad Quraish Shihab mengatakan bahwa orang yang berilmu belum tentu paham terhadap ilmu yang dimiliki.

Contohnya saja anak kecil yang tahu bahwa HP digunakan untuk berbicara namun ia tidak paham bagaimana untuk menggunakannya.

“Banyak yang tahu juga bahwa handphone berfungsi untuk berkomunikasi, namun tidak paham bagaimana proses komunikasi bisa terjadi (lewat handphone),” ungkap Quraish

Di tengah derasnya arus informasi saat ini, masyarakat juga diingatkan untuk tidak boleh hanya sekadar tahu atau memiliki ilmu saja.

Baca Juga:

Apalagi hanya melalui internet atau media sosial. Masyarakat harus memadunya dengan pemahaman, karena tanpa pemahaman, itu keliru. 

Baca Juga  6 Skill Analitis Agar Karirmu Bertumbuh

“Karena ada teks, ada maqasidus syariah, dan ada kenyataan di lapangan. Tiga hal ini saling terkait,” jelas penulis Kitab Tafsir Al-Misbah ini.

Di sinilah peran ulama sebagai pewaris nabi yang harus hadir menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat.

Ulama diwarisi kitab suci Al-Qur’an yang di dalamnya berfungsi untuk untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang diperselisihkan oleh umat. 

“Kalau begitu, ulama sebagai pewaris Nabi harus mampu menyelesaikan problema-problema yang dihadapi oleh masyarakat. Tidak menjadi problem masyarakat,” tegas beliau.  

Kata Ulama sendiri menurut Prof Quraish adalah bentuk jamak dari kata ‘Alim. Namun bentuk jamak dari ‘Alim itu bisa Ulama atau ‘Alimu yang memiliki arti berbeda.   

Baca Juga  Berikut Tanda-Tanda Datangnya Malam Lailatul Qadar

“Orang yang memiliki sedikit ilmu pun bisa dinamai Alim. Ilmu apapun yang di milikinya, Alim. Non-Muslim pun oleh Al-Qur’an yang mempunyai ilmu dinamai ulama,” jelas Quraish Shihab, saat peluncuran Majelis Mudzakarah Masjid Istiqlal Jakarta, Rabu (2/9).

Baca Juga:

Dari definisi ini, ia mengajak para ulama untuk bekerjasama dan bersinergi dengan para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu baik Muslim maupun non-Muslim.

Ini dilakukan untuk memberikan solusi bagi problem-problem yang dihadapi oleh masyarakat.  

“Ulama pun bisa salah. Oleh karenanya fungsi ulama adalah mengingat. Mengingat pendapat-pendapat lama untuk kita seleksi mana yang masih sesuai dan mana yang perlu dikembangkan. Mengingat dan saling mengingatkan dan tidak memonopoli pendapat karena bisa jadi pendapat seorang itu keliru tapi pendapat bersama yang keliru itu lebih ringan dari pendapat seorang yang otoriter,” jelasnya. (LA/EB)

Baca Juga  Nahdliyin Kehilangan NU nya

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *