Solusi Mengatasi Dampak Buruk Fast Fashion

LENSAISH.COM – Fashion sudah akrab kita kenali sebagai gaya berpenampilan. Fashion sendiri dapat diartikan sebagai mode, gaya, cara, busana, pakaian. Fashion bisa berupa baju, celana, tas, sepatu, aksesoris lainnya yang dapat menunjang penampilan pemakainya.

Seiring dengan perubahan zaman, fashion tak hanya berbicara tentang pakaian, tapi juga tentang keindahan atau estetika dan cara orang mengekspresikan diri.

Fashion mangalami perubahan dari waktu ke waktu, cara berpakaian yang baru atau up to date dan mengikuti perkembangan zaman menjadikan adanya sebuah Trend Fashion. Trend Fashion mode yang sangat cepat ini lebih familiar disebut dengan Fast Fashion.

Yuk, simak di bawah ini pengertian fast fashion, bagaimana perkembangan fast fasion di Indonesia, dampak, hingga solusi yang bisa diterapkan!

Apa itu Fast Fashion?

Fast Fashion merupakan istilah yang digunakan oleh industri fashion yang memiliki berbagai model fashion yang silih berganti dalam waktu yang sangat singkat, serta mengusung model desain yang mengikuti tren dengan waktu produksi yang sesingkat-singkatnya.

Dilansir dari laman The Good Trade, fast fashion adalah metode desain, manufaktur, dan pemasaran yang berfokus pada produksi pakaian dalam jumlah cepat. Industri ini memiliki target untuk memenuhi pasokan busana dalam waktu singkat dengan biaya produksi yang rendah.

Untuk memenuhi kebutuhan pasar, industri fast fashion lebih mementingkan kuantitas dibanding kualitas. Bahan baku yang digunakan cenderung berkualitas buruk sehingga pakaian tidak tahan lama.

Penggunaan bahan baku yang tidak awet membuat konsumen cenderung membeli pakaian lagi. Hal ini berlangsung terus menerus dan sangat cepat. Siklus ini pun mendukung adanya tren yang terus berubah sehingga produksi pakaian pun terus berlangsung demikian.

Baca Juga  Mahasiswa dan Skill Abad 21: Menyongsong Bonus Demografi dalam Bayang-Bayang Digitalisasi

Industri dengan konsep ini tidak hanya menciptakan gaya hidup konsumtif, tetapi juga berdampak pada aspek kehidupan manusia lainnya.

Fast Fashion kini lebih mendominasi Industri pakaian ready-to-wear, brand-brand besar seperti Zara, H&M, dan Topshop adalah beberapa contohnya, serta terdapat beberapa e-commerce yang menyediakan tempat untuk beberapa brand fast fashion lainnya seperti Shopee, Toko Pedia, Lazada, Tik Tok Shop, dan lain sebagainya ikut andil dalam mempromosikan fast fashion di Indonesia. Mereka berlomba-lomba men-supply busana ke gerai modenya yang tersebar di seluruh dunia secara massal dan dalam tempo cepat.

Fast fashion telah menjadi fenomena global yang tak terhindarkan, termasuk di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan fast fashion di Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh kemajuan teknologi yang ada, dengan kecepatan dan kemudahan yang disediakan menjadikan masyarakat dengan mudah mengakses internet dan mengolah informasi yang ada, seperti mengakses social media dan e-commerce.

Fast Fashion sudah menjadi bagian dari Gaya Hidup

Fast fashion kini telah menyatu dengan gaya hidup modern, membuatnya sulit dihilangkan dari keseharian masyarakat. Salah satu alasan utamanya adalah kecepatan dan kemudahan yang ditawarkan oleh industri ini dalam mengikuti tren mode terkini. Konsumen dapat dengan cepat memperbarui penampilan mereka dengan pakaian yang selalu up-to-date.

Baca Juga  Bolehkah Konsumsi Telur Goreng Saat Diet? Ini Faktanya!

Dengan adanya Social Media dan E-Commerce telah memperluas aksesibilitas, memungkinkan siapa saja untuk membeli pakaian baru hanya dengan beberapa klik di ponsel mereka. Hal ini terutama berlaku bagi generasi muda yang cenderung lebih responsif terhadap perubahan tren dan media sosial.

Selain itu perilaku konsumtif fast fashion ini juga didukung oleh adanya Influencer-Influencer di platform media sosial seperti Instagram, Facebook, dan Twitter yang giat mempromosikan produk-produk fast fashion di platform mereka, menjadikan Masyarakat memiliki gejala FOMO.

Gejala FOMO (Fear Of Missing Out) atau yang dapat diterjemahkan sebagai ‘rasa takut ketinggalan’ merupakan rasa cemas atau ketidaknyamanan yang muncul ketika seseorang merasa bahwa mereka sedang melewatkan atau tidak terlibat dalam suatu pengalaman, kegiatan, atau peristiwa yang tampaknya menarik, seru, atau penting. Hal ini menjadikan seseorang memiliki sifat lebih konsumtif dari biasanya, karena terpengaruh oleh Influencer-Influencer yang ada di platform social media serta adanya rasa takut tertinggal oleh tren yang sedang kekinian.

Dampak buruk fast fashion bagi Lingkungan

Fast fashion mendorong perilaku konsumsi yang berlebihan dan pendekatan ‘sekali pakai’ terhadap pakaian. Dengan koleksi baru yang dirilis setiap beberapa minggu, konsumen tergoda untuk terus membeli item-item terbaru untuk tetap mengikuti tren mode.

Perilaku konsumtif pada fast fashion ini mendorong perilaku konsumsi yang berlebihan dan pendekatan ‘sekali pakai’ terhadap pakaian. Akibatnya, banyak orang hanya mengenakan pakaian mereka satu hingga tiga kali saja sebelum membuangnya atau membiarkannya tertimbun di lemari.

Baca Juga  Bingung Mau Ngapain, Begini Saran Untuk Fresh Graduate

Hal ini memiliki dampak buruk pada lingkungan, dikarenakan nantinya pakaian fashion yang sudah tidak terpakai lagi karena tergeser oleh trend fashion terbaru akan terbuang dan akan menimbulkan limbah sampah di tempat pembuangan akhir yang akhirnya akan merusak dan mencemari lingkungan, jika hal ini terus terjadi maka dampaknya pada lingkungan adalah rusaknya ekosistem alam disekitar kita.

Solusi yang bisa dilakukan dalam mengurangi dampak fast fashion

Jadi terdapat hal-hal yang dapat kita lakukan dalam rangka untuk mengurangi konsumsi fast fashion adalah sebagai berikut:

• Reuse your Clothes
Yaitu kita dapat menggunakan kembali pakaian-pakaian kita yang sudah ada dengan cara mix and match pakaian yang ada dengan style yang berbeda-beda, kegiatan ini menjadikan kita memiliki berbagai style outfit yang berbeda dan kita tampak memiliki outfit baru setiap harinya.

• Thrifting
Thrifting atau membeli pakaian bekas juga pernah menjadi trend di beberapa tahun belakang dan Thrifting juga nampaknya bisa menjadi jawaban dari fenomena fast fashion. Selain karena tumbuhnya kesadaran masyarakat akan isu lingkungan, harga serta kualitas yang ditawarkan pada barang second hand tersebut juga bisa menjadi salah satu alasan mereka menggandrungi tren thrifting. Kegiatan Thrifting ini juga tentunya dapat mencegah pakaian-pakaian yang sudah tidak terpakai menjadi limbah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *