Speech Delay: Efek Tersembunyi Baby Blues yang Perlu Diwaspadai

LENSAISH.COMBaby blues merupakan perubahan kondisi emosional seorang ibu pasca persalinan. Perubahan tersebut, disebabkan oleh tekanan dalam merawat bayi, kurangnya dukungan sosial, depresi atau kecemasan, serta perubahan dinamika hubungan dengan pasangan. Hasil survei Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional (BKKBN) mengatakan, 57% ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues . Persentase tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara dengan resiko baby blues tertinggi di Asia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa baby blues berdampak jangka panjang terhadap perkembangan anak, terutama perihal bahasa.

Keterlambatan berbicara (speech delay) merupakan salah satu efek potensial dari baby blues. Tanda-tanda dari speech delay yaitu: tidak berbicara pada usia 12-18 bulan, tidak menggunakan kata pada usiab18-24 bulan, tidak menggunakan kalimat sederhana pada usia 2-3 tahun, kesulitan mengucapkan kata-kata, dan kesulitan memahami intruksi. Kasus spech delay di Indonesia menurut data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2023 , pravelansinya mencapai 5-8%. Hal itu menunjukkan bahwa 5-8 dari 100 anak pra-sekolah mengalami keterlambatan berbicara.

Lalu, bagaimana pengaruh baby blues terhadap perkembangan bahasa anak?

Baby blues merupakan mimpi buruk bagi seorang ibu. Bukan hanya beresiko pada kesehatan mental ibu, tetapi juga berdampak pada tumbuh kembang anak. Seorang ibu dengan gangguan baby blues akan mengalami penurunan hormon dopamin dan serotonim, yang berfungsi untuk mengatur motivasi dan mood . Kedua hormon ini sangat penting dalam membangun tumbuh kembang otak dan regulasi emosi anak. Jika kedua hormon tersebut menurun, otomatis struktur otak pun menurun. Akibatnya, anak akan lebih rentan mengalami keterlambatan perkembangan kognitif dan berbicara, gangguan emosi dan perilaku, serta kesulitan mengatur emosi dan menghadapi stress.

Tidak ada satu pun ibu yang mengharapkan hal demikian terjadi, terlebih Speech delay termasuk masalah serius yang mempengaruhi kualitas hidup anak. Ibu dengan gangguan baby blues mungkin kurang responsif terhadap kebutuhan anak, termasuk stimulasi bahasa. Baik secara verbal seperti: mengajak berbicara anak, bermain, membacakan buku cerita, dan menyanyikan lagu anak. Ataupun non-verbal seperti: kontak mata, senyum, ekspresi wajah gembira, sedih, menunjuk, mengangguk, dan masih banyak lagi.

Baca Juga  Bias Kognitif di Kalangan Pelajar: Tantangan Baru Pendidikan Masa Kini

Stimulasi bahasa bukan hanya membangun hubungan antara anak dan ibu tetapi juga meningkatkan kemampuan berbicara, memahami bahasa, meningkatkan perkembangan kognitif anak,
serta membangun rasa percaya diri pada anak. Belum lagi, perubahan emosi yang ekstrim mempengaruhi kemampuan ibu dalam menjalin kasih sayang dengan anak.

Meskipun baby blues sering dianggap gejala ringan yang bersifat sementara, sebuah studi yang dilakukan oleh Jurnal of child psychology and psychiatry mengemukakan bahwa anak-anak dengan ibu yang mengalami baby blues memiliki kemungkinan lebih tinggi mengalami kesulitan berbicara ( speech delay ). Maka dari itu, penting bagi ibu mendapatkan dukungan serta perawatan profesional guna meminimalisir dampak baby blues terhadap perkembangan anak.

Sebagai masyarakat awam, kita tidak bisa dengan mudah mengklaim semua kasus speech delay disebabkan karena gangguan baby blues pada ibu. Spech delay juga bisa disebabkan karena adanya gangguan pendengaran (tuli), keterlambatan perkembangan motorik, gangguan otot saraf pada anak, serta gangguan-gangguan lainnya. Anak dengan gejala speech delay ditandai sejak dini. Seperti tidak merespon terhadap suara, sulit menggunakan gerakan seperti mengangguk dan menunjuk untuk berkomunikasi pada usia 12 bulan, serta pada usia 18 bulan mengalami kesulitan meniru suara atau kata-kata.

Anak dengan gangguan speech delay juga mungkin mengalami kesulitan merangkai dua atau tiga
patah kata menjadi kalimat sederhana pada usia 2 tahun.
Dalam hal ini, orang tua sepatutnya tidak menganggap remeh terhadap gangguan speech delay , sebagai
bentuk kekhawatiran terhadap masa depan anak. Jika gangguan ini tidak ditangani, anak akan mengalami banyak kesulitan, baik kesulitan dalam berinteraksi dengan teman dan keluarga serta sulit mengungkapkan perasaannya. Gangguan ini juga menyebabkan rasa percaya diri yang rendah, dan resiko depresi juga kecemasan yang tinggi.
Ironisnya lagi, menyebabkan keterlambatan perkembangan kognitif yang dapat menjadikan anak dengan gangguan speech delay selalu bergantung kepada orang lain, dan dapat meningkatkan resiko gangguan mental. Pemantauan perkembangan bahasa anak merupakan langkah penting dalam deteksi dini terhadap spech delay .

Bukan hanya mendeteksi tanda-tanda gejala speech delay tetapi juga mengidentifikasi potensi gangguan bahasa pada anak, serta mencegah dampak jangka panjang pada perkembangan sosial, emosional, dan akademik. Jadi, sudah menjadi tanggung jawab orang tua, untuk mengamati perkembangan bahasa secara berkala dan melakukan evaluasi perkembangan anak.

Baca Juga  Meneladani Ki Hadjar Dewantara dalam Mengabdikan Ilmunya

Jangan lupa! Konsultasikan kepada dokter terkait perkembangan si kecil dan lindungi keseimbangan stimulasi bahasanya.

Selain memantau perkembangan bahasa anak, penting juga untuk memberikan perhatian kepada ibu, terutama yang mengalami baby blues. Dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar menjadi semangat bagi ibu agar dapat pulih lebih cepat secara emosional. Dengan pulihnya kondisi psikologis, ibu akan lebih fokus dalam berinteraksi dengan anak, seperti:
berbicara, bernyanyi, atau membaca bersama, yang merupakan stimulasi penting untuk perkembangan bahasa. Jangan ragu untuk mencari bantuan profesional jika baby blues terasa sulit diatasi, karena kesehatan ibu berperan besar dalam tumbuh kembang si kecil dan tumbuh kembang si kecil adalah prioritas keluarga.

Pencegahan baby blues sangat penting dan dapat disasarkan kepada calon bunda-bunda,
baik dalam lingkaran pendidikan seperti seminar parenting , atau edukasi virtual. Program ini
tidak bisa diabaikan mengingat berpengaruh terhadap kesehatan mental ibu dan tumbuh kembang anak. Calon ibu, sudah selayaknya memahami bahwa meskipun baby blues merupakan kondisi umum pasca melahirkan, tetapi perlu dikelola dengan baik agar tidak
mempengaruhi perkembangan dan kesehatan anak, seperti menjaga emosi dihadapan bayi, meskipun dalam keadaan sulit.

Baca Juga  Ilmu Bukan Hanya Doktrin, Tetapi Ilmu adalah Kajian dan Pelajaran Hidup

Dengan bekal edukasi tersebut, calon ibu dapat mempersiapkan diri secara fisik dan mental, serta mengidentifikasi dukungan yang mereka butuhkan, baik dari pasangan, keluarga, maupun profesional, sehingga mereka tetap
mampu memberikan stimulasi yang optimal untuk perkembangan bahasa dan emosional anak.

Gangguan psikologi baby blues nyatanya tergolong masalah serius yang menghawatirkan. Bukan hanya kesejahteraan mental ibu, tetapi juga beresiko pada perkembangan anak, termasuk keterlambatan berbicara atau speech delay. Kesehatan mental Ibu merupakan kunci terciptanya keluarga yang harmonis. Perhatian terhadap perkembangan anak sejak dini adalah investasi masa depan yang tak ternilai. Kesehatan mental ibu dan perkembangan anak adalah fondasi yang menentukan masa depan sebuah keluarga.

Mari memulai dari langkah kecil di sekitar kita. Jadilah pendengar yang baik, dan ajak ibu berbagi cerita. Jangan menghakimi seorang ibu yang mengalami baby blues. Tidak ada ibu yang ingin merasakannya, mereka hanya butuh dukungan, bukan cacian. Jangan pula menyalahkan keterlambatan berbicara pada anak. Setiap anak memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang sesuai potensinya, mereka hanya butuh dukungan dan perhatian, bukan penilaian.

Mari bahu membahu saling menguatkan. Bersama-sama membangun generasi yang lebih hebat dan sehat!
Perlu diingat bahwa tulisan ini bukanlah saran medis. Konsultasikan dengan profesional
kesehatan untuk informasi lebih lanjut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *