oleh

Sumpah Pemuda, Awal Rangkaian Panjang Perjalanan Bahasa Indonesia

LENSAISH.COM – Naskah asli sumpah pemuda merupakan hasil rumusan kesepakatan bersama dalam Kongres Indonesia Muda II (Kongres Pemuda II) atas inisiatif Persatuan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI).

Naskah itu diumumkan seusai kongres yang diselenggarakan di Gedung Indonesische Clubhuis, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, pada 28 Oktober 1928.

Berikut isinya:

Soempah Pemoeda

Pertama: Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.

Kedoea: Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

Ketiga: Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.                                  

Djakarta, 28 Oktober 1928

Pada masa itu, bahasa Indonesia masih disebut sebagai bahasa Melayu. Penulisannya sama seperti berbagai bahasa daerah di seluruh Nusantara, yaitu menggunakan huruf Latin dan mengacu pada Ejaan van Ophuijsen, termasuk naskah Sumpah Pemuda.

Baca Juga  Siapkan Investor Sukses, KSPM Walisongo Gelar Seminar Pasar Modal

Ejaan tersebut diciptakan oleh orang Belanda bernama Charles A van Ophuijsen serta dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim, yang mana secara resmi diterbitkan pada 1901.

Hal ini merupakan awal dari rangkaian panjang perjalanan bahasa Indonesia.

Kemudian, Ejaan van Ophuijsen secara resmi diganti menjadi Ejaan Soewandi pada 19 Maret 1947 yang disusun oleh Raden Soewandi.

Kala itu ia menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.

Penggantian menjadi Ejaan Soewandi yang dikenal juga sebagai ejaan Republik tersebut berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 264/Bhg.A.

Selanjutnya, Prof M Yamin dalam Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan menyarankan agar ejaan Soewandi diperbarui, antara lain terkait penulisan fonem dan tanda hubung.

Baca Juga  Kenali Cara Taklid; Ikut Pendapat Mujtahid dengan Benar

Usulan itu dinamakan sebagai Ejaan Pembaharuan.

Namun, ejaan tersebut tidak diresmikan dalam undang-undang.

Berikutnya, ada lagi perubahan yang disebut sebagai Ejaan Melindo.

Ini merupakan akronim dari Melayu-Indonesia yang disusun pada 1959 atas kerja sama Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu, dalam hal ini Malaysia.

Tujuan dari Ejaan Melindo yakni untuk menyeragamkan ejaan di kedua negara karena bahasanya hampir sama.

Akan tetapi, akibat ketegangan politik antara Indonesia dan Malaysia saat itu, ejaan tersebut pun batal diresmikan.

Dalam perkembangannya, Ejaan Melindo kembali berubah menjadi Ejaan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) yang juga atas kerja sama antara Indonesia dan Malaysia pada 1967.

Setelah itu, bahasa Indonesia masuk ke era Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang berlaku cukup lama, yaitu sejak 1972 hingga 2015.

Baca Juga  Mahasiswa dan Skill Abad 21: Menyongsong Bonus Demografi dalam Bayang-Bayang Digitalisasi

Ejaan ini meliputi aturan kaidah penulisan bahasa Indonesia secara komplet, contohnya mengenai unsur serapan, tanda baca, pelafalan dan penulisan huruf, serta pemakaian cetak miring.

Penerapannya terus berlangsung hingga akhirnya sampai ke periode Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) yang resmi berlaku sebagai ejaan baru bahasa Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.

Penyusunan ejaan ini merupakan penyempurnaan dari EYD dan bisa dibilang untuk merespons perkembangan zaman karena makin luasnya penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *