Talfiq; Mencampur Dua Pendapat, Bikin Harmonis?

LENSAISH.COM – Salah satu syarat taqlid adalah tidak diperbolehkan talfiq. Benarkah demikian?

Jika talfiq tidak diperbolehkan, apakah seluruh Ulama’ sepakat atas keharaman atau ada ulama lain yang memperbolehkan?

Mari kita pelajari lebih lanjut!

Talfiq adalah mencampur dua pendapat yang berbeda dari dua mujtahid atau lebih, dalam sebuah perbuatan yang mempunyai beberapa rukun, syarat dan hal-hal yang membatalkan. Salah satu contoh talfiq yaitu ketika seseorang berwudlu.

Ada beberapa pendapat mengenai membasuh kepala. Menurut pendapat Imam Syafi’i, berwudlu (di bagian kepala) dengan hanya membasuh sedikit (kurang dari 1/4) bagian kepala. Menurut Imam Abu Hanifah, membasuh seluruh kepala. Sedangkan menurut Imam Malik, membasuh ¼ kepala.

Baca juga:

Beberapa Ulama’ yang mengharamkan talfiq adalah Ibnu Hajar Al-Haytami, Imam Ghozali, dan Syech As-Syathibi. bahkan Ibnu Hajar mengharamkannya secara mutlak, baik dalam satu permasalahan hukum atau dua. Keharaman ini berdasarkan kekhawatiran para Ulama’ akan terjadinya Tatabu’ur Rukhos (Mengambil pendapat yang ringan-ringan saja).

Baca Juga  Kronologi Kamus Sejarah Indonesia Beredar Secara Tidak Resmi

Namun keharaman ini tidak berlaku bagi orang awam, sebab orang awam selamanya tidak mempunyai madzhab. Jadi, jika seorang awam melakukan suatu kesalahan menurut Imam Syafi’i, namun masih ada mujtahid lain yang membenarkan perbuatan itu, maka orang awam tidak bisa disalahkan.

Ada juga Ulama’ lain yang memperbolehkan talfiq secara mutlak, meskipun hanya mencari pendapat yang mudah-mudah saja. Pendapat ini disampaikan oleh sebagian Ulama’ Syafi’iyah, Ulama’ kontemporer Malikiyah, Kamal Ibn Hammam (ada yang membaca Hummam), Ibnu Amir dari kalangan Ulama’ Hanafiyah, Ibnu Arofah, Ad-Dasuqy, dan At-Thorsusy.

Baca juga:

Pembicaraan soal talfiq ini baru muncul pada abad tujuh Hijriyyah. Jika Kamu bertanya, apakah ada dalil yang memperbolehkan atau mengharamkannya?

Baca Juga  Kenali Cara Taklid; Ikut Pendapat Mujtahid dengan Benar

Saya jawab tidak ada dalil yang melandasi pendapat Ulama’ tentang keharaman talfiq. Pendapat mereka hanya didasarkan pada kekhawatiran akan munculnya oknum-oknum yang berpindah madzhab hanya untuk mencari kemudahan hukum.

Kemudian, untuk Ulama’ yang memperbolehkan talfiq, mereka mendasari bahwa agama Allah adalah agama yang mudah. Sebagaimana yang tertera dalam Surat Al-Baqarah ayat 185. Selain itu, diperbolehkannya talfiq akan sangat dibutuhkan, tanpa kita sadari dalam keseharian pemeluk Islam di Indonesia juga telah melakukan talfiq.

Baca juga:

Kemudahan adalah salah satu ciri khas agama Islam, sehingga selalu ada celah untuk selalu berkata sah kepada perbuatan seorang muslim, selagi tidak bertentangan dengan Al-Qur’an, Hadits dan Ijma’.

Tidak ada kewajiban bagi seorang muslim untuk selalu setia kepada satu madzhab. Dia bebas memilih madzhab yang hendak di anut, meskipun setiap hari atau bahkan setiap hendak sholat berpindah madzhab pun boleh.

Baca Juga  Kenapa Ada Perbedaan Jumlah Rakaat Shalat Tarawih? Begini Penjelasanya...

Bahkan semisal ada orang yang menjadwal sholatnya, dengan ketentuan, shubuh ikut madzhab Hanafi, dzuhur ikut madzhab Maliki, ashar ikut madzhab Syafi’i dan maghrib ikut madzhab Hanbali tetap di perbolehkan menurut golongan ulama kedua.

Baca juga:

Kesimpulannya, tidak ada dalil yang menjelaskan dengan jelas tentang keharaman talfiq. Namun berdasarkan Al-Qur’an, Allah malah menghendaki agar Pemeluk agama Islam untuk selalu mengambil pendapat yang mudah, karena kemudahan adalah prinsip asasi di agama sendiri.

Jadi, tidak perlu gampang emosi ketika melihat orang lain salah menurut madzhab yang kamu anut, namun coba cek pendapat Ulama’ madzhab lain, ada yang memperbolehkan atau tidak. Jika semuanya sepakat tidak memperbolehkan, silahkan kamu nasehati orang itu dengan cara yang baik.

  • Penulis: Heri Mauludin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *