oleh

Tradisi Panjamasan Rompi Ontokusumo Sunan Kalijaga

LENSAISH.COM – Tradisi Panjamasan Kutang Ontokusumo merupakan tradisi yang ada di daerah Kadilangu, Kabupaten Demak yang merupakan tradisi penyucian pusaka milik Sunan Kalijaga yang berupa jubah atau rompi dan keris pusaka kiai Carubuk yang sejak ratusan tahun hingga sekarang masih tersimpan di cungkup makam Sunan Kalijaga.

Sebelum meninggal, Sunan Kalijaga sempat berpesan “sak lungone sun rumato pusaka iku, ojo wani ngulingani dapor miwah tangguhe. Yen nganti surup mesti ngeno popo tanpo netro” wasiat yang berarti setelah kepergian Sunan Kalijaga agar keturunannya merawat pusaka itu. Namun, dilarang untuk melihat pusaka itu kalau tidak ingin terkena musibah mata menjadi buta, kata Sunan Kalijaga

Saat menjamas, konon kata Sunan Kalijaga, seluruh tim dilarang melihat pusaka tersebut dengan mata terbuka. Karena jika hal tersebut di ingkari konon akan mengalami kebutaan pada kedua mata yang jika telah melihat kedua pusa tersebut wasiat dari Sunan Kalijaga. Dimana saat menjamas mereka hanya diperbolehkan merendam tangannya ke dalam bokor minyak jamas.

Minyak jamas tersebut adalah minyak yang merupakan campuran minyak yang dikirim langsung dari kesunanan Surakarta Hadiningrat yang diserahkan langsung oleh Pangeran Dipo Kusumo dan minyak racikan dari Kadilangu Demak Bintoro yang terbuat dari cendana dan bunga melati. Selanjutnya dalam melumasi kedua pusaka tersebut harus dengan kedua tangan karena Konon Rompi Ontokusumo dibuat dari kulit kambing yang dirajah oleh Sunan Bonang konon memiliki keistimewaan.

Baca Juga  Gelar Pelatihan Desain Grafis, HMKM STIKES Cendekia Utama Hadirkan CEO Aish Media Group

Baca Juga:

Kisahnya dimulai saat wabah penyakit merajalela di wilayah Pantai Selatan yang ditimbulkan oleh Kanjeng Nyai Ratu Kidul. Dimana pagebluk yang ditimbulkan oleh kejahatan Nyai Ratu Kidul tersebut merenggut jiwa siapa saja. Melihat kenyataan ini, Sunan Kalijaga lalu mencoba melawan wabah penyakit yang diciptakan Kanjeng Nyai Ratu Kidul.

Lalu Sunan Kalijaga bertarung dengan Kanjeng Ratu Kidul tersebut, namun sang Sunan Kalijaga mengalami kekalahan. Setelah kekalahan itu, Sunan Kalijaga mendapat wangsit atau petunjuk yang mengatakan, untuk mengalahkan Kanjeng Nyai Ratu Kidul, Sunan Kalijaga harus menghatamkan Al-Qur’an terlebih dahulu.

Lalu Sunan Kalijaga menghatamkan Al-Qur’an di Masjid Demak dengan disaksikan beberapa anggota Wali Songo lainnya. Konon setelah usai menjalankan salat subuh berjamaah para Wali Songo menemukan kulit kambing pada hari Kamis Legi malam Jum’at Pahing. Kulit kambing tersebut kemudian dibuat menjadi rompi dengan rajahan oleh Sunan Bonang. Rompi inilah yang kemudian disebut sebagai Rompi Ontokusumo.

Baca Juga  Tumbuhkan Keterampilan, Mahasiswa KKN MIT DR XII UIN Walisongo Gelar Webinar Desain Grafis

Namun setelah selesai rompi ini terlalu sempit untuk dikenakan oleh Sunan Bonang. Lalu coba dikenakan oleh para wali songo lainnya tetapi tetap saja tak muat. Tapi saat Sunan Kalijaga mencoba mengenakannya rompi tersebut ternyata pas. Rompi Ontokusumo sendiri kemudian diberikan ke Sunan Kalijaga. Ketika mengenakan rompi ini, Sunan Kalijaga menjadi lebih kuat. Kekuatan yang terkandung dalam Rompi Ontokusumo konon sangat luar biasa. Bahkan, para sunan pun tak dapat menyimpulkan secara pasti “cahaya” yang terkandung dalam rompi tersebut.

Baca Juga:

Berdasarkan cerita sejak saat itu Sunan Kalijaga selalu mengenakan rompi tersebut. Rompi tersebut yang menjadi tameng Sunan Kalijaga dalam pertempurannya menaklukan ratu pantai selatan yaitu Nyai Roro Kidul. Sehingga akhirnya penguasa pantai selatan itu akhirnya memeluk agama Islam.

Sementara pusaka Kiai Carubuk dibuat oleh Empu Supa, yang tak lain adalah sahabat Sunan Kalijaga sendiri. Saat diminta tolong untuk membuatkan keris untuk Sang Sunan Kalijaga, Empu Supa terkaget-kaget karena konon bahan yang diberikan padanya hanyalah besi berukuran sebuah biji asam.

Sebelum acara panjamasan dilakukan biasanya setiap malam takbiran Idul Adha akan ada acara selametan di halaman Masjid Agung Demak dengan membawa tumpengan besar yang berjumlahkan 9 atau dinamakan dalam bahasa jawa yaitu “tumpeng songo” di artikan wali sembilan yang ada di tanah Jawa.

Baca Juga  KH. Sya'roni Ahmadi, Sang Penjaga Kerukunan Umat

Baca Juga:

Tradisi tersebut dilaksanakan setiap tanggal 10 Dzulhijjah yang bertepatan dengan hari Raya Idul Adha dengan diiringi oleh 40 prajurit atau biasa di sebut “prajurit patangpuluh” yang mengantarkan minyak jamas dari Kesunanan Hadiningrat Surakarta yang dibawa oleh para pihak ndalem yaitu anak cucu Sunan Kalijaga yang selalu melaksanakan ritual tersebut setiap tahun.

Bupati Demak juga ikut mengantarkan minyak jamas dengan menggunakan delman di iring dari pendopo menuju ke makam Sunan Kalijaga yang ada di desa Kadilangu untuk melaksanakan panjamasan. Tradisi ini dikenal sangat sakral karena dalam prosesi panjamasan seorang pelaksana panjamas harus melakukan puasa selama tujuh hari dan tidak boleh tidur dalam waktu satu hari satu malam. Tujan dari puasa tersebut agar penjamas dalam keadaan suci dari hawa nafsu dan tidak terkena balak yang dapat merugikan tim penjamas.

  • Penulis: Wakhid Nurhidayat

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *