Trainer KTI: Riset dan Menulis adalah Sarana Menjawab Masalah

LENSAISH.COM, SEMARANG – Bagi sebagian orang bahkan akademisi, ketika mendengar kata “riset” dan “menulis” seolah langsung menyembunyikan wajah di balik kedua telapak tangan.

Hal demikian sering menjadi hambatan bagi mahasiswa tingkat akhir yang harus bergelut di dunia riset dan penulisan agar dapat menyelesaikan skripsi sebagai syarat kelulusan.

Selain mahasiswa, dosen, guru, bahkan masyarakat luas pun membutuhkan riset dan penulisan untuk menjawab masalah maupun isu yang sedang terjadi dan juga sebagai bahan pembaruan dalam berbagai bidang.

Melalui kelas Akademi Riset dan Penulisan level 1, Griya Riset Indonesia (GRI) membantu menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan pelayanan berupa materi Karya Tulis Ilmiah (KTI).

Baca Juga:

Kelas perdana yang dilaksanakan via Zoom Meeting pada Sabtu, (09/10/2021) dengan dipandu host dari salah satu Aktivis GRI, Hilman Najib ini menghadirkan Badrus Siroj (Peneliti Bahasa & Budaya) sebagai Trainer.

Baca Juga  Wujudkan Enterpreneur Berdikari, KOPMA IAIN Kudus Gelar KOPMA EXPO#4 2021

Pendiri GRI, Ma’as Shobirin, Direktur GRI, Amrizarois Ismail dan para pegiat GRI juga turut serta menghadiri kelas tersebut.

“Bagi kami yang berada di kalangan akademisi dan kampus, riset ini sudah menjadi hal yang sering kita temui. Namun, bagi teman-teman yang berada di Instansi lain, hal ini perlu ditingkatkan dan dipelajari lagi. Maka dari itu, Griya Riset Indonesia hadir membantu bapak dan ibu untuk belajar bersama terkait riset dan penulisan,” ucap Direktur GRI.

Badrus Siroj sedang Mempresentasikan Materi Karya Tulis Ilmiah

Selanjutnya, Badrus Siroj menjelaskan bahwa KTI adalah hasil yang diperoleh dari proses menulis dengan memenuhi prinsip dan metode ilmiah.

Baca Juga:

Baca Juga  Mengintip Perjalanan Perajin Batok Kelapa Asal Kudus hingga Tembus Pasar Internasional

Ia juga memaparkan cara menemukan ide kreatif.

“Ide kreatif dapat ditemukan melalui beberapa hal, seperti rajin mengembangkan rasa ingin tahu melalui pertanyaan (5W+1H), sikap mental yang kondusif dan mengamati situasi sekitar,” paparnya.

Jika ide sudah didapatkan dan ditulis, selanjutnya adalah pertimbangan menetapkan ide tersebut.

Apakah ide tersebut menarik, inovatif, spesifik, punya data pendukung dan memberikan manfaat.

Jika semua sudah dipertimbangkan, maka mudah bagi peneliti untuk menulis dan melakukan penelitian.

“Ide belum dianggap ada, kecuali sudah menjadi rangkaian kata-kata. Oleh karena itu, apabila kita menemukan ide atau gagasan, hal yang perlu dilakukan adalah menulis,” jelas Peneliti Balitbang itu.

Ia juga membagi proses penulisan menjadi dua, yaitu pre penulisan yang terkait ide, data pendukung dan hipotesis.

Baca Juga  Selamat dan Sukses Hari Ulang Tahun Ke-12 HMKM STIKES Cendekia Utama Kudus

Kemudian, post penulisan yakni sebagai penyuntingan pada bagian pembahasan sehingga mudah dipahami.

Baca Juga:

Pada sesi tanya jawab, Hanifa sebagai delegasi dari TVRI Jawa Barat menanyakan indikator keberhasilan sebuah Karya Tulis Ilmiah (KTI).

“Apakah jika hipotesisnya tidak sesuai dengan hasil, maka karya tersebut berarti gagal,” ucapnya.

Ahli Bahasa Polda Jateng ini menjawab, bahwa sebuah Karya Tulis Ilmiah dikatakan berhasil apabila menemukan inovasi dalam teori maupun produk.

“Hipotesis yang tidak sesuai dengan hasil, bukan berarti gagal. Karena membutuhkan waktu yang panjang untuk sampai pada hasil yang sesuai,” imbuhnya.

Diakhir kelas, Badrus Siroj dalam closing statement nya menegaskan, “Jika Kamu bertanya, bagaimana cara menulis karya ilmiah yang baik, maka jawabannya adalah menulis, menulis dan menulis,”. (LA/AN/FA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *